- Back to Home »
- Rangkuman Jurnal penulisan ilmiah | zulfikar adi prasetyo | 1KA42 |1C114692 |
Posted by : Zulfikar adi Prasetyo
Rabu, 25 Mei 2016
RANGKUMAN
JURNAL
STRUKTUR
PENELITIAN ILMIAH
MANAJEMEN
LAYANAN SISTEM INFORMASI
Kelompok :
3
Anggota Pemakalah :
1.
Andika Adri Putra 2KA42 11114064
2.
Dwi Anitasari 2KA42 13114274
3.
Fiqi Hardiyansah 2KA42 14114241
4.
Galuh Prasetyo 2KA42 14114451
5.
Mohamad Syamsu Rizal 2KA42 16114820
6.
Nadia Putriansyah 2KA42 17114739
7.
Rizki Eko Priantono 2KA42 19114623
8.
Zulfikar Adi Prasetyo 2KA42 1C114692
BAB V
STRUKTUR PENELITIAN ILMIAH
Penelitian
Ilmiah
Penelitian
merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan ini bisa berupa
pengetahuan ilmiah, informasi untuk pengambilan keputusan, atau pengetahuan
lainnya yang diperboleh untuk tujuan tertentu. Dalam metode ilmiah terdapat dua
bentuk dasar penelitian ilmiah yakni penelitian murni dan penelitian terapan.
Penelitian murni bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang berupa
konsep atau teori ilmiah. Prosedur yang digunakan dalam penelitian murni
“epistimologi penemuan teori baru”. Sedangkan, penelitian terapan bertujuan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dengan mempergunakan
teori ilmiah yang dihadapi dalam kehidupan dengan mempergunakan teori ilmiah
yang telah ditemukan sebagai acuan. Terdapat dua buah prosedur dalam penelitian
terapan yakni “epistemologi pemecahan masalah” dan “epistemologi penemuan
ilmiah”.
Argumentasi
untuk Pengembangan Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi untuk memperoleh pengetahuan yang
berupa teori atau konsep baru hanya satu yakni epistemologi penemuan teori
baru. Epistemologi penemuan ilmiah dimulai dengan pengumpulan pengolahan data
dan kesimpulan yang ditarik dari data ini kemudian diberikan justifikasi secara
teotritis. Kelebihan epistemologi penemuan ilmiah ini adalah efektif untuk
memperoleh penemuan baru. Artinya, temukan dulu sesuatu dalam penelitian dan
sesudah itu baru diberikan justifikasi teotritis. Sedangkan kekurangan
epistemologi ini tidak membentuk cara berpikir yabf konsepsional, nalar dan
antisipatif. Berpikir konsepsional dan nalar dalam epistimologi penemuan ilmiah
lebih merupakan tindakan reaktif dan apologetik dalam memberikan justifikasi
terhadap kesimpulan induktif yang ditarik dari data. Hal ini akan memberikan
presepsi bahwa teori ilmiah bukanlah merupakan sandaran bagi pemecah masalah
melainkan sekedar acuan yang memberikan penjelasan mengapa suatu gejala bisa
terjadi ditinjau dari perspektif keilmuan Epistimologi
pemecahan masalah adalah prosedur penelitian yang melakukan penalaran deduksi
dalam pengajuan hipotesis seperti yang dilakukan dalam epistemologi penemuan
teori baru. Artinya, hipotesis dirumuskan berdasarkan argumentasi teoretis yang
mengacu pada teori” yang telah ditemukan yang berfungsi sebagai konteks
justifikasi. Prosedur ini akan mendorong orang untuk secara proaktif berpikir
konsepsional, nalar, dan antisipatif dalam menghadapi permasalahan yang harus
dipecahkan. Fungsi ilmu yang berperan dalam mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksikan dan mengontrol gejala alam yang digunakan secara optimal dalam
epistemologi pemecahan masalah.
Bentuk
Penelitian dan Metodenya
Terdapat dua bentuk dasar penelitian yakni
penelitian murni dan penelitian terapan. Penelitian murni bertujuan untuk
penemuan teori atau konsep keilmuan baru sedangkan penelitian terapan bertujuan
untuk memecahkan masalah dengan mengacu kepada teori” ilmiah yang relevan.
Bentuk penelitian yang dapat digunakan untuk pengembangan teori baru antara
lain adalah metode eksperimen, deduksi, postulasional, induksi empiris dan
grounded reserch.
Metode
eksperimen dalam menyusun teori baru yang ditemukannya juga akan mempergunakan
deduksi postulasional. Demikian juga penelitian kualitatif yang mengembangkan
teori baru berawal dari induksi empiris yang kesimpulannya diperggunakan
sebagai premis dalam deduksi untuk menyusun teori substantifnya. Umpamanya,
dapat mempergunakan penelitian kualitatif dengan metode induksi empiris atau
memperguanakan grounded reserch untuk memodifikasi teori tersebut atau
memngembangkan teori yang baru sama sekali. Penggolongan bentuk penelitian ini
dapat dilakukan berdasarkan unit analisis yang dipergunakan dalam penelitian.
Kategori pertama adalah penelitian yang unit analisisnya adalah idea atau teori
yang telah ada (penelitian teoretik). Umpamanya saja dalam literatur kita
melihat banyak sekali teori tentang motovasi baik teori motivasi umum maupun
teori khusus seperti motivasi kerja atau motivasi belajar.
Perbedaan
utama antara penelitian eksploratoris dan penelitian penguji hipotesis terletak
pada karakteristik kesimpulannya. Kesimpulan penemuan eksploratif seperti
“ terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan dan penghasilan” merupakan kesimpulan yang ditemukan secara aksidental dan tidak direncanakan secara matang sejak semula. Penelitian penguji hipotesis dengan tetap mempergunakan metode yang sama yakni survey. Kesimpulan yang ditarik dari penelitian poenguji hipotesis adalah kebenaran yang ditemukan secara terstruktur dan terencana (by design). Kita harus mampu menyususn kerangka argumentasi mana dari kedua pendekatan tadi yang lebih unggul dan kesimpulan ini kita jadikan hipotesis yang akan diuji. Dengan demikian kemampuan berpikir konsepsional, nalar, dan antisipatif dapat dikembangkan. Untuk kegiatan akademik disarankan untuk memlih acction research dengan konsep atau teori yang sudah jelas.
“ terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan dan penghasilan” merupakan kesimpulan yang ditemukan secara aksidental dan tidak direncanakan secara matang sejak semula. Penelitian penguji hipotesis dengan tetap mempergunakan metode yang sama yakni survey. Kesimpulan yang ditarik dari penelitian poenguji hipotesis adalah kebenaran yang ditemukan secara terstruktur dan terencana (by design). Kita harus mampu menyususn kerangka argumentasi mana dari kedua pendekatan tadi yang lebih unggul dan kesimpulan ini kita jadikan hipotesis yang akan diuji. Dengan demikian kemampuan berpikir konsepsional, nalar, dan antisipatif dapat dikembangkan. Untuk kegiatan akademik disarankan untuk memlih acction research dengan konsep atau teori yang sudah jelas.
Konsep
Management Information System (MIS) sebagai sarana untuk pengambilan keputusan.
Cara menilai efektivitas penerapan dalam action research adalah dengan jalan
membandingkan kondisi pengambilan keputusan sebelum MIS diterapkan dengan
sesudah MIS diterapkan. Acrion Researcch merupakan penelitian yang dampaknya
terlihat dengan nyata sebab penelitian ini merupakan invasi konseptual terhadap
sebuah sistem kelembagaan yang memungkinkan terjadinya perubahan secara permanen.
Variasi lain dari
eksperimen adalah penelitian expost facto. Penelitian expost facto ini
dilakukan setelah suatu kejadian besar. Contohnya terjadi umpamanya sesudah
banjir melanda sebuah kota. Kejadian banjir ini secara konseptual. Peneliti
hanya memusatkan perhatian kepada dampak banjir terhadap kehidupan manusia
umpamanya terhadap maraknya penyakit yang timbul sesudah banjir atau
pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa. Dengan mengacu kepada ilmu psikologi kita
akan mampu menduga bahwa berbagai gangguan jiwa mungkin timbul sesudah banjir
melanda.
Bentuk
lain dari penelitian adalah meta-analisis
yang unit analisisnya adalah data
sekonder. Data sekonder adalah data yang diambil dari publikasi orang lain.
Jadi meta-analisis ini termasuk ke dalam penelitian kepustakaan dengan
mmpergunakan metode penelitian meta-analisis. Penelitian ini mencoba
menganalisis kembali bermacam-macam hasil penelitian didekati dari sudut
pendekatan tertentu dan mencoba menemukan pola baru.
Pembahasan
mengenai ragam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara
garis besar yang memungkinkan peneliti untuk memilih bentuk penelitian yang
disukai, dan mempelajarinya lebih dalam dari sumber yang lebih kompeten.
Penelitian teoritik di tangan peneliti yang kreatif akan membuka cakrawala
pengetahuan baru. Sedangkan di tangan peneliti biasa hanya akan menghasilkan
kompilasi yang tak ada harganya. Mutu sebuah penelitian tergantung dari
kesungguhan peneliti untuk menerapkannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya
mahasiswa harus mengenal semua bentuk penelitian ini. Demikian juga dengan
mahasiswa harus mengukur kemampuan dan minatnya sebelum memilih bentuk
penelitian tertentu.
Ditinjau
dari disiplin keilmuan yang menjadi keahliannya kecenderungan semacam ini tentu
saja dapat dipertanggungjawabkan. Para mahasiswa yang merencanakan untuk
melakukan penelitian akademiknya sebaiknya melihat-lihat dulu (window shopping) mengenai bentuk
penelitian yang ada kemudian digabungkan dengan minat dan pengetahuan teoritis
yang dikuasainya. Seperti diketahui masalah yang diteliti mempunyai kaitan
dengan bentuk penelitian yang dipergunakan. Kebiasaan untuk memilih bentuk
penelitian yang itu-itu juga sebaiknya mulai ditinggalkan sebab sesuatu yang
kita pilih secara sadar akan jauh memberikan kepuasan secara psikis.
Struktur
dan Proses Penelitian Ilmiah
Struktur
penelitian yang akan dibahas diperuntukkan bagi peneliti tipe kedua yakni
ilmuwan yang berbekal pengetahuan ilmiah dan epistemologi ilmu mencoba
memecahkan masalah yang dihadapi secara konsepsional dan teruji. Teori keilmuan
berfungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol
gejala alam. Teori keilmuan ini dipergunakan secara optimal dan sekaligus untuk
memprediksikan dan mengontrol. Setiap kali dia menemukan masalah, dia kaitkan
dahulu dengan pengetahuan teoritis yang dikuasai. Pengetahuan teoritis itu
dipakainya sebagai dasar untuk mencari “kemungkinan jawaban” atau “jawaban
sementara” terhadap permasalahan yang dihadapi. Dan “jawaban” ini tidak
didapatkan secara begitu saja namun disimpulkan setelah membangun argumentasi
yang berupa kerangka berpikir berdasarkan teori yang relevan. Argumentasi ini
memberikan “hipotesis” yang dapat memecahkan persoalan yang dihadapi.
Pengumpulan data adalah upaya untuk menguji hipotesis ini apakah didukung atau
ditolak secara empirik.
Epistemologi
yang akan digunakan adalah epistemologi pemecahan masalah dengan konteks
justifikasi didahulukan yang diikuti konteks penemuan. Seperti diketahui,
terdapat epistemologi lain yaitu epistemologi penemuan ilmiah yang mendahulukan
konteks penemuan yang diikuti konteks justifikasi. Dalam epistemologi pemecahan
masalah teori dipergunakan sebagai justifikasi bagi perumusan hipotesis
sedangkan dalam epistemologi penemuan ilmiah teori dipergunakan sebagai
justifikasi bagi kesimpulan yang ditarik dari data empirik. Kelebihan dari
epistemologi pemecahan masalah adalah membentuk kemampuan dalam berpikir secara
konsepsional, nalar, dan antisipatif.
Kajian
pustaka tidak sama dengan konteks justifikasi sebab kajian pustaka hanyalah
sumber referensi teoritis dan bukan justifikasi. Konteks justifikasi adalah
argumentasi yang dibangun dengan mempergunakan premis yang diambil dari kajian
pustaka yang berfungsi untuk menjelaskan temuan penelitian.
Dalam
epistemologi penemuan ilmiah di mana justifikasi dilakukan setelah pengumpulan
dan pengolahan data kadang terdapat kecenderungan untuk membenarkan apa saja
kesimpulan yang ditarik dari data sebab kita tidak mempunyai pembanding yang
lain dan hal ini terjadi pada calon ilmuwan yang sedang belajar meneliti. Teori
kadang terkesan dicari-cari untuk membenarkan kesimpulan penarikan data sebab
kita mempunyai hipotesis yang telah diyakini kebenarannya. Sebaliknya, jika
hipotesis itu ditolak oleh data maka kita tidak begitu saja akan membenarkan
dan akan berfikir kembali dengan melakukan evaluasi kritis terhadap pelaksanaan
penelitian. Jika metode penelitian sudah dilakukan dengan benar maka kita
memikirkan kembali konteks justifikasi jika terjadi kelemahan dalam argumentasi
yang kita berikan. Setelah evaluasi kritis dilakukan dan tidak menemukan
kekeliruan dalam metodologi penelitian kita bisa menerima hipotesis yang
ditolak sebagai kesimpulan penelitian dan memberinya justifikasi baru.
Sekiranya ditemukan kekeliruan, maka akan diakui sebagai kemungkinan penyebab
kegagalan menguji hipotesis yang diajukan. Oleh sebab itu maka kita akan
menunda (pending) kesimpulan penelitian yang bersifat final dan menarik
kesimpulan sementara bahwa kita belum berhasil menguji hipotesis.
Adanya
jaminan dari perguruan tinggi dalam bentuk peraturan tertulis yang harus
dipatuhi bahwa kekeliruan dalam metodologi penelitian adalah hal biasa . Bahkan
ketelitian dan keberanian untuk mengakui kekeliruan dalam melakukan penelitian
menunjukkan kematangan sebagai peneliti.
Kegiatan
penelitian merupakan operasionalisasi dari metode ilmiah. Metode ilmiah
merupakan gabungan dari berpikir deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis.
Bagan struktur penelitian ilmiah akan memandu pikiran kita dalam melakukan
kegiatan penelitian ilmiah. Kegiatan penelitian yang menekankan pada penalaran
dan proses belajar akan tampak pada bentu perumusan masalah dan bentuk metode
analisis data. Kegiatan penelitian banyak mempergunakan teknik analisis
multivariat (multivariate analysis) dan analisis variansi (analysis of
variance).
Teknik
analysis multivariat sangat berguna dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.
Pendekatan yang digunakan menggunakan stepwise regression method yaitu satu
variabel demi satu variabel dirumuskan dan diuji kebenarannya. Jadi bukan
pendekatan yang langsung mengagregasikan semua variabel dalam analisis
multivariat yang langsung mengeluarkan persamaan regresi jamak (multiple
regression).
Pengajuan
Masalah
Realitas
yang kita amati yang menjadi objek perhatian biasanya merupakan suatu situasi
yang kompleks yang terjalin dari berbagai fakta. Realitas yang menjadi objek
perhatian dinamakan latar belakang masalah. Latar belakang masalah merupakan
gambaran besar (big picture). Berbagai fakta yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif membentuk lanskap latar belakang permasalahan. Dalam tahap ini
perhatian bersifat menyeluruh.
Alasan
pemilihan yang kita tetapkan sebagai identifikasi masalah bisa bersifat
objektif seperti urgensi masalah untuk segera dipecahkan atau karena masalah
itu merupakan wilayah bidang keahlian namun bisa bersifat subjektif. Alasan
subjektif perlu, namun hanya untuk diri sendiri, sebab alasan merupakan
landasan motivasi dan komitmen yang mendorong kegiatan selanjutnya.
Dalam
memilih masalah penelitian kita harus menanyakan dua hal kepada diri sendiri :
apakah landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dipilih dikuasai
dengan baik atau tidak dan apakah kita menaruh minat terhadap permasalahan yang
dipilih.
Setelah
mengidentifikasi masalah, mulai untuk memikirkan masalah dari berbagai sudut.
Pemikiran ini ditelusuri dari dua arah pertama sebagai anteseden dan kedua
sebagai preseden. Anteseden berarti kita menyusur ke belakang dalam menentukan
faktor-faktor penyebab. Sedangkan preseden berarti kita berpikir ke depan
memikirkan dampak yang mungkin timbul. Dalam konteks ini kita harus melakukan 2
hal, pertama memilih mana dari kedua pendekatan yang akan kita tetapkan sebagai
pendekatan madalah dan kedua kita harus membatasi faktor-faktor yang berkaitan
dengan hal itu.
Pembatasan
masalah merupakan keharusan dalam penelitian akademik sebab dalam hal ini
berlaku kriteria bukan kuantitas jawaban yang dipentingkan melainkan kualitas
jawabannya. Untuk melakukan penelitian akademik maka persyaratan yang dituntut
akan berbeda. Semua penelitian ilmiah pada hakikatnya adalah harus berpegang
pada prosedur keilmuan.
Dalam
penelitian akademik, semua pernyataan yang terkandung dalam laporan penelitian
harus dapat dipertanggung jawabkan secara teoritik maupun secara faktual. Makin
sedikit yang kita pertanggungjawabkan maka makin baik sebab makin mudah kita
pertanggungjawabkan.
A.
Contoh Masalah
Banjir,. Meskipun sebenarnya
kejadian bencana itu merupakan sesuatu yang masih mungkin dihindari dengan bantuan
kekuatan dan kekuasaan Tuhan yang tertanam dalam pikiran manusia sendiri.
Indonesia menempati urutan ketiga
di dunia sebagai negara rawan bencana setelah India dan China. Jika banjir di
India dan China disebabkan oleh luapan sungai dan laut, di Indonesia lebih
banyak disebabkan oleh luapan sungai. Meski demikian diprediksikan banjir dari
meluapnya air laut dipastikan akan melanda Indonesia di masa mendatang seiring
adanya perubahan iklim global. Sering munculnya bencana banjir di Indonesia
antara lain disebabkan faktor kondisi curah hujan yang tinggi, sebagian tanah
tidak lagi mampu menyerap air dengan baik, dan perubahan penggunaan tanah
(Marfai, Bencana Banjir Rob, (Jakarta : Graha Ilmu,2013), h.5).
Di seluruh Indonesia, tercatat
ada 5.590 sungai induk, yang 600 diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Banjir
yang melanda daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan
manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada
perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi,
kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi
lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area,
pendangkalan sungai, penyempitan alur sungai yang disebabkan penumpukan sampah
di aliran sungai (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2009).
B.
Masalah
Adakah hubungan perilaku membuang
sampah sembarangan dengan terjadinya banjir di Kota Jakarta?
C.
Kerangka Teori
1.Banjir
a. Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa
terbenamnya daratan oleh air yang disebabkan oleh air sungai yang meluap ke
lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi.
Dalam cakupan pembicaraan yang
luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi,
yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus
hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi
dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam
tanah.
b. Faktor Penyebab Banjir
– Debit air di hulu yang ekstrem
Tinggi muka air di bendungan
Katulampa, Jawa Barat sudah mencapai 180 cm. Tentunya kondisi ini mendorong air
kiriman ke ibukota meningkat hingga volume 300.000 meter kubik per detik.
Sedangkan daya tampug sungai utama dan saluran penghubung tidak sebanding
dengan besarnya air kiriman tersebut.
– Penurunan kapasitas sungai dan
saluran penghubung
Kali Ciliwung sebagai salah satu
saluran utama yang seharusnya mempunyai lebar 50 meter saat ini hanya tinggal
sekitar 20 meter. Sungai Pasanggrahan, jika airnya meluap, juga akan merendam
wilayah disekitarnya. Selain itu 70 persen dari fungsi drainase dan saluran
penghubung juga mengalami kerusakan.
– Rob atau laut pasang
Kondisi dimana air laut naik ke
permukaan akan menahan air yang datang dari hulu, sehingga arus air yang
semestinya lancar justru tertahan rob dan menjadikan Jakarta terendam banjir.
Beberapa daerah yang rentan terendam rob dan banjir adalah Muara Angke,
Cilincing dan Marunda.
– Penurunan tanah
Penyedotan air tanah membuat penurunannya
menjadi lambat. Kondisi ini memicu terjadinya pendangkalan sungai sehingga
endapan kasar di tengahnya akan berpengaruh pada kinerja drainase yang kecil.
– Rusaknya lingkungan dan tata
kota
Perubahan fungsi ruang dimana
lahan yang seharusnya menjadi daerah resapan justru dibangun untuk kawasan
komersil menjadi penyebab utama banjir. Kesalahan tata ruang, lingkungan dan
bangunan serta kurangnya ruang terbuka hijau (RTH ) membuat kawasan penyerapan
air di Jakarta semakin berkurang.
Dengan berbagai faktor penyebab
banjir di Jakarta dan kota besar tersebut, pemerintah dapat mengambil tindakan
dari solusi terbaik berdasarkan hasil musyawarah mufakat yang berwenang.
– Sampah
Budaya masyarakat atau pengusaha
yang kurang peduli atau tidak cinta lingkungan, bisa dibuktikan dengan rusaknya
beberapa air sungai di jakarta, saluran yang sebelumnya terisi air hijau
menyegarkan telah berubah menjadi air hitam pekat penuh sampah dan bau.
Sehingga air tidak dapat mengalir dengan lancar akibat terhalang oleh berbagai
tumpukan sampah.
c. Dampak Banjir
Dampak bencana banjir dibagi
menjadi 2 yaitu :
– Primer
Kerusakan fisik = Mampu merusak
berbagai jenis struktur, termasuk jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan
bawah tanah, jalan raya, dan kanal.
– Sekunder
Persediaan air – Kontaminasi air
= Air minum bersih mulai langka.
Penyakit – Kondisi tidak higienis
= Penyebaran penyakit bawaan air.
Pertanian dan persediaan makanan
= Kelangkaan hasil tani disebabkan oleh kegagalan panen. Namun, dataran rendah
dekat sungai bergantung kepada endapan sungai akibat banjir demi menambah
mineral tanah setempat.
Pepohonan = Spesies yang tidak
sanggup akan mati karena tidak bisa bernapas.
Transportasi = Jalur transportasi
rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-orang yang membutuhkan.
– Tersier/Jangka Panjang
Ekonomi = Kesulitan ekonomi
karena kerusakan pemukiman yang terjadi akibat banjir, dalam sector pariwisata
yaitu menurunnya minat wisatawan, biaya pembangunan kembali mahal, kelangkaan
makanan yang mendorong kenaikan harga, dan lain-lain.
d. Pencegahan Banjir
Banjir dapat diminimalisirkan
dengan cara melakukan pencegahan. Pencegahan bencana banjir dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Membuat lubang resapan biopori
di dalam tanah
2. Mengelola Sampah dengan benar
3. Menanam banyak pepohonan untuk
media penyerapan air
4. Membuat sumur resapan
5. Kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pencegahan bencana banjir dengan tidak membuat bangunan di
daerah pinggiran sungai
6. Pembangunan banjir kanal
7. Pembuatan saluran air dan
tanggul yang memenuhi syarat
Jadi, banjir adalah suatu
peristiwa terbenamnya daratan oleh air yang disebabkan oleh air sungai yang
meluap ke lingkungan sekitar sebagai akibat curah hujan yang tinggi dan
mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.
2. Sampah
a. Pengertian Sampah
Sampah merupakan material sisa
yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses atau bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam
pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan
manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.
b. Jenis-Jenis Pencemaran Sampah
Pada prinsipnya sampah dibagi
menjadi sampah padat, sampah cair dan sampah dalam bentuk gas (fume dan smoke).
Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Berdasarkan zat kimia yang
terkandung didalamnya
– Sampah anorganik misalnya :
logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
– Sampah organik misalnya : sisa
makanan, sisa pembungkus dan sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya
dibakar
– Mudah terbakar misalnya :
kertas, plastik, kain, kayu
– Tidak mudah terbakar misalnya :
kaleng, besi, gelas
3. Berdasarkan dapat tidaknya
membusuk
– Mudah membusuk misalnya : sisa
makanan, potongan daging
– Sukar membusuk misalnya :
plastik, kaleng dan kaca
c. Sumber Pencemaran Sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi
ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut :
1. Pemukiman penduduk
Berupa sisa makanan dan bahan
sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering
(rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun.
2. Tempat umum dan tempat
perdagangan
Berupa sisa-sisa makanan
(garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus dan terkadang
sampah berbahaya.
3. Sarana layanan masyarakat
milik pemerintah (Tempat hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat
layanan kesehatan, kompleks militer, gedung pertemuan, pantai empat berlibur,
dan sarana pemerintah lain)
Berupa sampah khusus dan sampah
kering.
4. Industri berat dan ringan
Berupa sampah basah, sampah
kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.
5. Pertanian (Tanaman dan
Binatang)
6. Berupa sampah berupa
bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan
pembasmi serangga tanaman.
d. Pengendalian Pencemaran Sampah
Pengendalian pencemaran sampah
dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat terutama di aliran
2. Melakukan pengelolaan sampah
dengan metode pembuangan dan penimbunan, daur-ulang secara fisik maupun
biologis, pemulihan energi serta penghindaran dan pengurangan zat sampah bentuk
3. Adanya peranan pemerintah
dalam menangani sampah baik di daerah maupun kota
D.
Kerangka Berfikir
Seharusnya dalam menangani
masalah ini, dibutuhkan kesadaran akan semua pihak terutama masyarakat sekitar.
Supaya aktivitas negatif ini tidak terus dilakukan, seperti perlu diadakan
kegiatan mencintai sungai, reboisasi,dan sebagainya. Badan-badan tertentu juga
harus bertanggung jawab menentukan sungai sentiasa bersih dan tidak dijadikan
tempat pembuangan sampah. Kejadian banjir merupakan malapetaka yang menimbulkan
banyak kerugian tidak dapat dielakkan terutamanya apabila hujan lebat sudah
mulai turun seperti saat ini. Masyarakat harus selalu berusaha untuk mengurangi
terjadinya bencana banjir, serta sentiasa berwaspada dengan kejadian bencana
banjir yang akan melanda.
Kerangka
Berpikir dan Pengajuan Hipotesis
> Deskripsi teoretis
> Kerangka berpikir
> Pengajuan hipotesis
Metodologi
Penelitian
Metodologi penelitian merupakan
kumpulan metode yang dipergunakan dalam proses pengumpulan dan pengotahan data.
Metode-metode yang dipergunakan ¡ni tergantung dan apa yang ingin dicapai oleh
tujuan penelitian. Tujuan penelitian harus mencakup variabel-variabel yang
ditelaah dalam penelitian sertabentuk hubungan antarvariabel yang ¡ngin
diteliti. Membedakan berarti kitamembandingkan di antara beberapa variabel atau
perlakuan mana yang lebiti superior atau lebih efektif . Berdasarkan tujuan
penelitian ini kita menentukan metode penelitian ini kita menentukan metode
penelitian. Sebagaimana tampak dalam bagan terdahutu terdapat banyak sekali
metode penelitian yang dipergunakan sesuai dengan tujuan penelitian kita.
Metode eksperimen adalah metode yang sering dipakai untuk tujuan membedakan
sedangkan survei sering dipakai untuk menentukan hubungan antarvariabel yang
jumlahnya terbatas dalam suatu wilayah tertentu. Tujuan peneliti turun ke
lapangan adalah untuk mengumpulkan data. Dalam hal ini maka kita harus
melakukan dua hal, pertama, menyusun instrumen penelitian untuk mengukur
variabel tersebut dan, kedua, menentukan cara untuk memilih manusia yang akan
dijadikan responden atau manusia yang akan diukur oleh instrumen tersebut.
Penyusun instrumen itu sendiri termasuk dalam metode penyusunan instrumen
sedangkan pemilihan responden termasuk dalam metode pengambilan contoh.
Cara-cara penyusunan instrumen dapat dipelajari secara lengkap dalam buku
metodologi penelitian atau buku yang secara khusus membahas mengenai ha! itu.
Konsep yang digunakan dalam kajian teoretis dinamakan definisi konseptual
sedangkan konsep yang dipergunakan dalam penyusunan instrumen adalah definisi
operasional. Konsep yang dipergunakan sebagai definisi konseptual dinamakan konstruk.
instrumen merupakan salah satu kemampuan yang harus dipunyai peneliti sosial.
Hal ini memberi keleluasaan pada kita untuk mengukur apa saja asalkan konsepnya
jelas. Secara sosiologis kita bahkan dapat mengukur tingkat keimanan dan
religiositas seseorang atau kelompok. Selanjutnya variabel ini dapat kita
hubungkan umpamanya dengan tingkat kemuliaan ahlak. Dengan demikian sebenarnya
keluhan bahwa masalah yang diteliti dalam penetitian ilmu sosial adalah sangat
terbatas adalah tidak beralasan. Data yang dikumpulkan melalui instrumen yang
tidak lolos pengujian dianggap tidak sah dan penelitian harus diulang
setelahperbaikan instrumen. Metode selanjutnya adalah metode pengambilan
contoh. Pada prinsipnya semua pengambilan contoh untuk generalisasi memakai
teknik statistik harus mempergunakan teknik acak (random). Secara garis besar
metode metode yang harus dicantumkan dalam metodologi penelitian adalah sebagai
berikut:
> Tujuan penelitian
> Tempat/waktu penelitian
> Metode penelitian
> Metode penyusunan instrumen
> Metode pengambilan contoh
> Metode analisis data
Hasil
Penelitian
Hasil peneiltian kita pada
dasamya adaiah data yang telah berhasil kita kumpulkan dan kita olah. Terdapat
empat jenis kelompok data yakni data mentah yang terkandung dalam kuesioner,
data mentah yang telah diolah dalam bentuk tabel, data mentah yang telah diolah
secara deskniptif dan data yang merupakan kesimpulan pengujian hipotesis. Data
yang dilaporkan pada hakikatnya adalah kecenderungan sentral seperti rerata,
standar deviasi, median, modus dan sebagainya. Sekiranya kita mempergunakan
instrumen yang dibikin sendiri, menladi lain kalau kita menaruh rerata empirik
dalam grafik skor teoretik, dan kemudian kita bandingkan dengan median
teoretik. Setiap data kalau dijelaskan dan ditafsirkan akan merupakan informasi
yang berguna, dan sebaliknya, data yang dilampirkan secara begitu saja hanya
akan merupakan hiasan belaka. Setelah semua variabel data deskriptif dilaporkan
dan ditafsirkan maka kita memasuki sub-bab pengujian persyaratan analisis.
Pengujian persyaratan analisis ini dilakukan sebagai prasyarat untuk
mempergunakan teknik analisis statistika tertentu.
> Deskripsi data
> Pengujian persyaratan
analisis
> Pengujian hipotesis
> Keterbatasan penelitian
Kesimpulan,
Implikasi dan Saran
Bab ini biasanya dibuka dengan
menyatakan tujuan penelitian, yang dinyatakan secara garis besar, sebagai titik
awal untuk mengemukakan kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian yang
bersifat substantial dan numerik telah disampaikan dalam Kadang ditemukan
tujuan penelitian yang dirumuskan secara terinci, sama dengan perumusan masalah
yang akan dijadikan dasar bagi penyusunan hipotesis. Hal ini tidak perlu dan
mengganggu kelancaran penulisan. Bab Ini lebih merupakan sintesis dan apa yang
telah dilaporkan dalam hasil penelitian yang akan merupakan landasan bagi
pengem bangan implikasi dan saran penelitian. Peneliti seakan merasa puas telah
berhasil menguji hipotesis yang diajukan padahal tujuau penelitian terapan
bukanlah menguji hipotesis melainkan menjadikan hipotesis yang teruji sebagai
dasar bagi pemecahan masalah.
Teknik
Penulisan Ilmiah
Teknik penulisan ilmiah mempunyai
dua aspek yakni gaya penulisan dalam
membuat pernyatan ilmiah serta teknik notasi di pergunakan dalam penulisan.
Komunikasi ilmiah harus bersifat
jelas dan tepat yang menggunakan proses penyampaian pesan yang bersifat
reproduktif dan impersonal. Bahasa yang di pergunakan harus jelas di mana pesan
mengenai objek yang ingin di komunikasikan mengandung informasi yang di
sampaikan sedemikian rupa sehingga si penerima betul-betul mengerti aka nisi
pesan yang di sampaikan kepadanya.kejelasan menulis adalah masalah psikologis
Penulisan ilmiah harus
menggunakan bahasa yang baik dan benar.sebeuah kalimat yang tidak bisa
didefinisikan mana yang merupakan subyek dan mana yang merupakan predikat serta
hubungan apa yang terkait subyek dan predikat kemungkinan besar merupakan
informasi yang tidak jelas.
Tata bahasa yang tidak cermat
merupakan pencerminan dari logika berpikir yang tidak cermat pula.oleh sebab
itu maka langkah pertama dalam menulis karangan ilmiah yang baik dalam
mempergunakan karangan tata Bahasa yang benar.Kadang-Kadang bahkan terminilogi
yang kelihatan nya seakan-akan sudah jelas dang gamblang juga membutuhkan
penjelasan seperti ‘’manajemen”,”efektivitas “dan “ efisiensi” . Penjelasan ini
diperlukan sebab terdapat pengertian yang banyak sekali mengenai apa yang di
maksud orang dengan kata-kata itu. Kata manajemen umpamanya bisa di tafsirkan
macam-macam dari manajemen dalam pengertian yang luas sampai manajemen dalam
pengertian yang sempit
Penjelasan mengenai ini di
berikan pada pembahasan mengenai masalah maka komunkasi kita akan mengalami dua
kerugian. Pertama, dengan terlalu banyak nya materi pembahasan maka informasi
yang berlebihan ini akan menimbulkan polusi yang untuk selanjutnya,akan
menyebabkan prespektif masalah yang di bahas itu sendiri menjadi tidak jelas.
Komunikasi ilmiah harus bersifat
reproduktif, artinya bahwa si penerima pesan mendapatkan kopi yang benar-benar
sama dengan prototype yang di sampaikan si pemberi pesan, seperti fotokopi atau
sebuah afdruk foto. Dalam komunikasi ilmiah tidak boleh ada penafsiran yang
selain isi yang di kandung oleh pesan tersebut,
Komunikasi ilmiah harus bersifat
impresional, dimana berbeda dengan tokoh dalam sebuah novel yang bisa berupa
“aku”, “dia”, atau “doctor faust”, merupakan figur yang muncul secara dominan
dalam seluruh cerita, maka figur seperti itu harus hilang dalam pernyataan
ilmiah.
Pembahasan secara ilmiah
mengharuskan kita berpaling kepada pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam
argumentasi kita. Pengetahuan ilmiah tersebut kita pergunakan untuk
bermacam-macam tujuan sesuai dengan bentuk argumentasi yang di ajukan.
Pernyataan ilmiah yang kita
pergunakan dalam tulisan harus mencakup beberapa hal. Pertama harus dapat
indentifisikan orang yang membuat peryataan tersebut.
Cara kita mencantumkan ketiga hal
tersebut dalam tulisan ilmiah kita di sebut teknik notasi ilmiah. Terdapat
bermacam-macam teknik notasi ilmiah yang pada dasar nya mencermikan hakikat dan
unsur yang sama meskipun di nyatakan dalam format dan symbol- symbol yang
berbeda.
Laporan penelitian biasanya
mempunyai ringkasan yang di tulis dalam bahasa inggris. Dalam hal ini kita
sebalik nya memperhatikan dua hal yakni, pertama, bahasa tersebut mempunyai
tata bahasa khusus untuk komunikasi ilmiah yang di sebut sebagai scientific
grammar Teknik penulisan ilmiah yang di
sajikan dalam buku ini menggunakan hal-hal yang baik dalam gramatika tersebut.
Teknik
Notasi Ilmiah
Tanda catatan kaki dilelakkan di
ujung kalimat yang kita kutip dengan mempergunakan angka Arab yang naik diketik
setengah spasi atau bisa juga menggunakan lambang tertentu dengan catatan bahwa
lambang yang sama dapat diulangi dalam halaman yang berbeda, namun lambang yang
berbeda harus dipergunakan untuk tiap catatan kaki di halaman yang sama.
Catatan kaki dengan menggunakan angka diberi nomor mulai dari angka 1 sampai
habis catatan kaki dalam satu bab.
Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan yang dapat diandalkan1
sedangkan Ritcher melihat ilmu sebagai metode2 dan Conant mengindentifikasikan ilmu sebagai
serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan percobaan3 .
Sekiranya kalimat itu
disusun menjadi 3 buah kalimat yang masing-masing mengandung satu kutipan maka
tanda catatan kaki ditulis sesudah tanda baca penutup. contoh:
Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan yang dapat diandalkan. 1 sedangkan Ritcher melihat ilmu sebagai
metode. 2 dan Conant
mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan
percobaan. 3
kalimat yang dikutip tersebut harus dituliskan
sumbernya secara tersurat dalam catatan kaki.
Kutipan yang diambil
dari halaman tertentu harus disebutkan halamannya dengan singkatan hlm.,
Umpamanya, hlm. 5. Jika kutipan itu disarikan
dari beberapa halaman maka dtuliskan halaman-halaman yang dimaksud,umpanya, hlm. 1-5. Contoh:
1 Harold A. Larrabee, Reliable Knowledge (Boston: Houghton
Mifflin, 1964).
2 Maurice N. Richter, Science as a Cultural Process
(Cambridge: Schenkman, 1972), hlm .5
3 James B.Conant, Science and Common Sense (New Haven:
Yale University Press, 1961), hlm. 1-5.
Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dan
dimulai setelah beberapa ketukan ketik dari pinggir, asalkan dilakukan secara
konsisten. Nama pengarang yang jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap
sedangkan jumlah pengarang lebih dari tiga orang hanya dituliskan nama
pengarang pertama ditambah kata et a artinya dan lain-lain.
4 William S. Sahakian
dan Mabel L. Sahakian, Realms of
Philosophy (Cambridge: Schenkman, 1965), hlm. 6.
5 Ralph M. Blake, Curt
J. Ducasse and Edward H. Madden, Theories
of Scientific Method (Seattle: Washington University Press, 1966), hlm. 7.
6Sukarno et al, Dasar-dasar Pendidikan Science (Jakarta:
Bhratara, 1973), hlm. 8.
Jika nama pengarangnya tidak ada maka langsung saja nama bukunya
dituliskan atau dituliskan anonymous di depan nama buku tersebut. Sebuah buku
yang diterjamahkan harus ditulis baik pengarang maupun penterjemah buku, sedangkan
sebuah kumpulan karangan cukup disebutkan nama editornya. Contoh :
7 Rencana Strategi Pendidikan dan kebudayaan (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1976).
8 E.F. Schumaker, Keluar
dari Kemelut, terjemahan Mochtar Probotinggi (Jakarta: LP3ES, 1981).
9 James R. Newman (ed.),
What
is science (New York: Simon and Schuster, 1955).
Sebuah makalah
yang dipublikasikan dalam majalah,
koran, kumpulan karangan atau dituliskan dalam forum ilmiah dituliskan dalam
tanda kutip disertai informasi mengenai makalah tersebut:
10 Karlina, “Sebuah Tanggapan: Hipotesis dan
Setengah Ilmuwan kompas , 12 Desember 1981, hlm. 9.
11 Like Wilardjo, “Tanggung Jawab Sosial
Ilmuwan,” Pustaka, thun III nomor 3,
April 1979, hlm. 9.
12 M. Sastrapratedja,
“Perkembangan Ilmu dan Teknologi dalam Kaitannya dengan Agama dan Kebudayaan,”
makalah disampaikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III,
Jakarta, 15-19 September 1981.
13 B. Suprapto, “Aturan
Permainan dalam ilmu-ilmu Alam,” Ilmu
dalam Perspektif, ed. Jujun S. Suriasunmantri (Jakarta: Gramedia,1978),
hlm. 129-133.
Dengan memakai notasi op.cit.(opere
citato, artinya, dalam karya yang telah dikutip) dan loc. cit. (loco citato,
artinya, dalam tempat yang telah dikutip) dan ibid. (ibidem,artinya,
dalam tempat yang sama). Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan
dengan mengulang nama pengarang namun tidak ditulis lengkap melainkan cukup
nama familinya saja. Jika pengulangan dilakukan dengan tidak diselang oleh pengarang
lain maka digunakan notasi ibid. seperti
tampak dalam contoh berikut:
14 ibid., hlm.
131.
artinya, kita mengulangi kutipan karangan B.
Susprapto seperti tercantum dalam catatan kaki nomor 13 meskipun dengan nomor
halaman yang berbeda. Sekiranya kita mengulang karangan M. Sastrapratedja dalam
catatan kaki nomor 12 yang terhalang oleh karangan B. Susprapto maka kita tidak
lagi menggunakan ibid. melainkan loc. cit. seperti contoh dibawah ini:
15 Sastrapratedja, loc. cit.
Ulangan halaman yang berbeda dan
telah diselang oleh pengarang lain ditulis dengan mempergunakan op. cit.
sebagai berikut:
16 Wilardjo, op. cit, hlm. 12.
Sekiranya dalam kutipan yang dipergunakan
terdapat seorang pengarang yang menulis beberapa karangan maka penggunaan loc.
cit. atau op. cit. akan membingungkan. Oleh sebab itu sebagai
penggantinya dituliskan nama karangannya. Bila judul panjang dapat dilakukan
penyingkatan selama hal tu mampu mewakili judul karangan yang dimaksud.
Umpanya:
17 Sastrapratedja,
“Perkembangan Ilmu dan Teknologi,” hlm. 8.
Kadang-kadang kita ingin mengutip
sebuah pernyataan yang telah dikutip dalam karangan orang lain. Untuk itu maka
kedua sumber itu dituliskan sebagai berikut:
18 Robert K. Merton, “The
Ambivalence of Science,” hlm. 77-79, dikutip langsung (atau tidak langsung)
oleh Maurice N. Richter, Science as a Cultural Process (Cambridge: Schenkman,
1972), hlm. 114.
Semua kutipan tersebut di atas, baik yang
dikutip langsung maupun tidak langsung, sumbernya kemudian disertakan dalam
daftar pustaka. Hal ini kita kecualikan untuk kutipan yang didapatkan dari
sumber kedua sebagaimana tampak dalam catatan kaki nomor 18. Dalam catartan
kaki nama pengarang dituliskan lengkap dengan tidak mengalami perubahan
apa-apa, umpamanya, Harold A. Larrabee. Sedangkan
dalam daftar pustaka nama pengarang disusun berdasarkan urutan abjad nama huruf
awal nama familinya, yakni, larrabee,
Harold A.. Tujuan utama catatan kaki adalah mengindentifikasi lokasi yang
spesifik dari karya yang dikutip. Di pihak lain, tujuan utama dari daftar
pustaka adalah mengindentifikasi karya
ilmiha itu sendiri. Untuk itu maka
dalam daftar pustaka tanda kurung yang membatasi penerbit dan domisili penerbit
dihilangkan dan juga demikian lokasi halaman. Dengan demikian maka catatan kaki
(CT) nomor 1, 4, 5, 6, 9, 11, dan 13
bila dimasukkan ke dalam daftar pustaka (DP) mengalami perubahan sebagai
berikut:
(10)
CT : Harold A. Larrabee, Reliable
Knowledge (Boston: Houghton Mifflin, 1964). hlm. 1.
DP : Larrabee, Harold. A Reliable Knowledge. Boston: Houghton Mifflin, 1964.
(4)
CT : William S. Sahakian and Mabel
L. Sahakian, Realms of Philosophy. (Cambridge : Schenkman, 1965), hlm. 6.
DP : Sahakian, William S. Sahakian and Mabel L. Sahakian.
Realms of Philosophy. Cambridge
: Schenkman, 1965.
(5)
CT : Ralph M. Blake, Curt J. Ducasse and Edward H. Madden, Theories of Scientific Method (Seattle:
Washington University Press, 1966), hlm. 7.
DP : Blake, Ralph M., Curt J. Ducasse and Edward H. Madden. Theories of Scientific Method. Seattle:
Washington University Press, 1966.
(6)
CT : Sukarno et al. , Dasar- Dasar
Pendidikan Science (Jakarta:
Bharata, 1973), hlm. 8.
DP : Sukarno et al. Dasar- Dasar Pendidikan Science. Jakarta:
Bharata, 1973.
(9)
CT : James R. Newman (ed.), What is Science?
(New York: Simon and Schuster, 1955), hlm. 35.
DP : Newman, James R. (ed.), What is Science? New York: Simon and Schuster,
1955.
(11)
CT : Like Wilardjo, “Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan, ” Pustaka,
Th. III No. 3, April 1979, hlm. 10.
DP : Wilardjo, Like. “Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan.” Pustaka,
Th. III No. 3, April 1979, hlm. 10-15.
Untuk contoh nomor
(11) kita mengutip karangan Liek Wilardjo dalam halaman 10 yang sumbernya berada dalam majalah pustaka dari halaman 10 sampai dengan 15. Hal ini
juga sama dengan kutipan seorang pengarang yang berada dalam kumpulan karangan,
umpanya, contoh Catatan kaki nomor 13.
(13)
CT : B. Suprapto, “ Aturan
Permainan dalam Ilmu-ilmu Alam,” Ilmu
dalam Perspektif, ed. Jujun S.
Suriasumantri (Jakarta: Gramedia, 1978), hlm. 130.
DP : Suprapto, B. “Aturan Permainan dalam
Ilmu-ilmu Alam,” Ilmu dalam Perspektif, ed.
Jujun S. Suriasumantri, 129-133.
(Jakarta: Gramedia, 1978).
Daftar pustaka ini kemudian disusun menurut
urutan abjad dari nama famili pengarangnnya dan diletakkan dalam bab tersendiri
yang biasanya diletakkan di bagian belakang karangan. Untuk pengetikan dengan
mempergunakan komputer maka judul buku yang dituliskan dengan garis di bawahnya
dapat diganti dengan huruf miring (italic).
Demikianlah secara singkat telah dibahas salah satu contoh teknik notasi
ilmiah yang biasa dipergunakan dalam karangan ilmiah. Materi yang telah di
bahas telah mencakup pokok-pokok cara mengutip karya orang lain dalam penulisan
ilmiah.
Notasi
Ilmiah Tanpa Catatan Kaki
Terdapat bentuk notasi
ilmiah tanpa catatan kaki. Dalam sebuah laporan penelitian dengan catatan kaki
kadang-kadang kita melampirkan ringkasan
hasil dalam penelitian dalam bentuk
notasi tanpa catatan kaki. Kita akan melihat konversi dari notasi catatan kaki
kepada notasi tanpa catatan kaki dengan mempergunakan contoh terdahulu:
Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan yang dapat diandalkan. 1 sedangkan Ritcher melihat ilmu sebagai
metode. 2 Conant
mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan
percobaan. 3
Notasi di atas dapat
kita konversikan sebagai berikut :
Larrabe
(1964) mendefinisikan ilmu
sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan
(p. 4). Sedangkan Ritcher
(1972) melihat ilmu sebagai
metode (p. 15).
Conant (1961) mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian
konsep hasil dari pengamatan dan percobaan
(p. 25).
Karakteristik
Action Research
Action research, berbeda dengan
penelitian-penelitian yang bermaksud menemukan pengetah uan yang mempunyai
tingkat generalisasi yang dapat diandalkan sebagai rujukan tempat lain diluar
lokasi penelitian. Action research hanya mempunyai kesahihan di tempat lokasi
dimana penelitian dilakukan dan action research tidak ditujukan untuk menemukan
pengetahuan ilmiah yang bersifat universal, melainkan mencari pemecahan praktis
terhadap permasalahan yang bersifat lokal.
Masalah
Masalah yang digumuli dalam
action research pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam dua kategori.
Kategori pertama mencakup permasalahan yang ditentukan oleh klien itu sendiri
dengan bimbingan dan pengarahan dari peneliti action research.. Dalam hal ini
maka masalah terinci mengenai bidang-bidang apa saja yang akan diteliti oleh
kelembagaan sekolah itu sendiri. Masalah tipe pertama ini biasanya dilakukan
oleh peneliti yang sudah profesional.
Kategori kedua adalah penerapan
suatu konsep yang ditawarkan oleh kepada sebuah lembaga. Konsep itu sendiri
ditentukan oleh peniliti yang akan melakukan action research. Sebagai contoh
adalah penerapan teknik baru dalam manajemen. Masalah tipe kedua ini biasanya
dipilih oleh mahasiswa yang akan menjadikan kegiatan action research sebagai
penelitian akademik yang merupakan sebagian persyaratan untuk mendapatkan
gelarnya.
Langkah-Langkah
dalam Action Research
Action research pada hakikatnya
mempunyai langkah-langkah yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan secara
efektif dan bersifat lebih fleksibel yang disesuaikan dengan tujuan pemecahan
masalah. Langkah pertama adalah merumuskan masalah yang akan dipecahkan lewat
kegiatan action research. Perumusan masalah mesti dilakukan secara terinci dan
jelas yang mencakup variabel yang akan diintervensi serta cara pengukuran
keberhasilan intervensi tersebut. Dalam hal ini maka perumusan masalah harus
merinci variabel apa saja dari sistem informasi seperti kumpulan, pengolahan
atau kualitas produk informasi yang dihasilkan yang tercangkup dalam lingkup
penelitian. Disamping itu action research merupakan penerapan suatu teknologi
baru, dan upaya penerapan teknologi bukan saja menyangkut kemampuan teknis
(technical knowhow), tetapi juga kemampuan manajerial (managerial knowhow) dari
teknologi tersebut. untuk itu dalam tujuan penelitian action research
terkandung upaya untuk mengembangkan sistem pengolaan teknologi yang
diterapkan. Termasuk kedalam pengembangan sistem pengolaan ini adalah
pembentukan struktur, mekanisme dan prosedur, serta keterampilan teknis
personil.
Langkah kedua adalah melakukan
pengkajian teoretis mengenai teknologis yang akan diterapkan. Pengkajian
teoretis yang pada dasarnya merupakan upaya untuk mengetahui hakikat mengenai
teknologi yang akan diterapkan. Dalam action research pengkajian teoretis
mempunyai du kegunaan. Pertama, sebagai dasar bagi penyusunan materi penataan
bagi para personil yang akan terlibat dalam action research dan yang kedua
sebagai dasar bagi penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis.
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas maka diajukan hipotesis yang
kebenarannya akan diverifikasi dalam upaya penerapan. Hipotesi yang diajukan
harus bersifat dfinitive seperti pernyataan berikut.
Jika teknologi x diterapkan maka
diduga akan membawa pengaruh sebagai berikut :
(1) Terdapat perbaikan dalam pengumpulan data yakni data
dikumpulkan secara lebih sesuai dengan kebutuhan;
(2) Terdapat perbaikan dalam pengolahan data yakni data diolah
lebih cepat, lebih sistematis dan lebih komunikatif (dalam bentuk visual);
(3) Dengan adanya perbaikan dalam pengumpulan dan pengolahan data
maka fungsi perencanaan dapat dilakukan secara lebih efektif yakni lebih
komprehensif, lebih anilitis dan lebih tepat waktu.
(4) Dengan adanya perbaikan dalam fungsi perencanaan maka fungsi
pelaksanaan dapat dilakukan secara lebih efektif yakni lebih efisien dan lebih
terarah.
(5) Dengan adanya perbaikan dalam fungsi perencanaan yang
ditunjang oleh perbaikan dalam pengumpulan dan pengolahan data maka fungsi
kontrol dapat dilaksanakan secara lebih efektif yakni lebih cepat dalam
mendeteksi penyimpangan serta lebih banyak menemukan kasus pelanggaran.
Hipotesis tersebut di atas
diajukan sekaligus dengan indikator kinerja (performance) yang dapat diukur secara
kuantitatif. Seperti telah disebutkan terdahulu, agar kita dapat membandingkan
kinerja variabel sebelum dan sesudah penerapan teknologi, maka pengukuran
sebelum dan sesudah teknologi harus dilakukan. Langkah ketiga adalah menyusun
metodologi penelitian. Atau lebih tepat lagi, metodologi penerapan action
research. Metodologi penerapan ini merupakan prosedur dalam menerapkan
teknologi baik yang menyangkut prosedur teknis maupun manajerial. Atau dengan
perkataan lain, metode penelitian action research adalah dalam langkah-langkah
yang mengacu kepada suatu teknologi tertentu dalam meningkatkan kinerja
organisasi tersebut. Secara konsepsional langkah-langkah ini sudah harus
tercermin dalam model penerapan yang dikembangkan dari kajian teoretis.
System
Thinking (kerangka ilmu untuk pendekatan multidisipliner)
Cara pandang keilmuan cenderung
untuk berpikir secara terbatas dan bersifat konvergen dalam mengambil
kesimpulan, ilmu merupakan ilmu yang semakin lama semakin terspesialisasi
dengan pengembangan keilmuan yang makin sempit dalam penelahaannnya, sistem ini
mengakibatkan deformasi, yaitu kebenaran
dalam pengambilan keputusan menjadi bersifat solipsistkik yakni benar bila
dilihat dari cara pandang tertentu.
Dewasa ini kita sering melihat
analisis kebijakan (policy analisis) yang sifatnya sangat ilmiah namun sangat
sempit pandangannya. Banyak lagi wacana analisis kebijakan yang diambil para
pengambil keputusan meminjam pernyataan presiden John F Kennedy yaitu “smart
but not wise” ( cerdas namun tidak bijak )
Perbedaan
Filososfis Antara Berpikir Ilmiah Dengan Berpikir Sistem
Bila kedua cara berpikir itu dibandingkan
maka segera terlihat perbedaan filosofis antar berpikir ilmiah dan berpikir
sistem. Unsur realitas dalam berpikir ilmiah adalah fakta sedangkan unsur
realitas dalam berpikir sistem adalah sistem, sistem diartikan sebagai kumpulan
fakta yang terikat satu dengan yang lain secara fungsional.
Secara epistomologis baik
berpikir ilmiah maupun berpikir sistem, kedua duanya mempergenakan logika
deduktif dan induktif namun berbeda dalam tujuannya, ada suatu logika terbuka,
kegiatan ini didasarkan pada asumsi bahwa realitas adalah suatu sistem terbuka
dimana terdapat input yang diimpor dari sistem lain dan output yang diexpor ke
sistem lain pula.
Secara aksiologis, sistem nilai yang dianut
oleh berpikir sistem adalah keteraturan.
Bagi kegiatan ilmiah nilai koral yang dianut adalah kemanfaatan bagi manusia
tanpa terlalu menghiraukan apakah pemecahan masalah keilmuan secara atomistik
(sektoral) itu membuahkan ekses seperti kemacetan dan kesemerawutan.
Pengembangan
Berpikir Sistem
Tujuan operasi riset adalah
mencari pemecahan optimal, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan dalam bidang
bidang tersebut diatas maka dari itu dikembangkan sistem analisisyang harus
cukup puas dengan alternatif pemecahan yang terbaik meskipun tidak optimal,
sedangkan sistem analis adalah terputus, sistem analis menanggap bahwa
kombinasi kombinasi dari variabel variabel adalah tak terbatas dan tujuannya
adalah mencari kombinasi yang optimal. Di pihak lain sistem analisis menganggap
bahwa kombinasi kombinasi tersebut adalah terbatas, dan tujuan sistem analisis
adalah mencari kombinasi yang terbaik dari alternatif alternatif yang terbatas
tersebut.
Karena fungsinya yang berbeda
maka operasi riset dan sistem analisis menggunakan teknik yang berbeda beda
pula. Operasi riset umpamanya, memperguakan teknik gaming, monte carlo dan
sebagainya. Sedangkan sisem analisis mempergunakan cost benefit dan cost
effectiveness technique.
PPBS (planning programing budget
system) sebenarnya sudah terkenal sejak tahun 1942 di amerika serikat, sesudah
itu PPBS diterapkan di berbagai negara termasuk indonesia. Format rencana
pembangunan lima tahun (repelita) dalam rezim orde baru mengintegrasikan secara
fungsional kegiatan perencanan (bappenas), penyusunan program (departemen
terkait) dan penentuan anggaran
(departemen keuangan) dalam sebuah sistem yang terpadu. Format ini
merupakan variasi dari sebuah tema, sebuah teknologi sistem yang bernama
Planning Programing Budgeting Sistem.
Posting Komentar